Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan
Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak
pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih
hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatera (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Suku Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Suku Baduy), di Sulawesi (Suku Toraja, Suku Minahasa), di Kepulauan Maluku dan di Papua (Dani, Asmat, Amungme).
Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, Tarian dukun
untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil
hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti Tari Hudoq dalam suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti Tari Thor-Thor dalam suku Batak yang berasal dari Sumatera Utara.
Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang
tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan
menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental
seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali,
dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental
tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud
mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan Tari Keris juga melibatkan kondisi kesurupan.
Friday, November 14, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment