Friday, November 14, 2014

Tari Kontemporer



Seni tari kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari Balet dan Tari Modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman dari Yogyakarta Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana merantau ke Amerika Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspresi pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia. Gagasan seni tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah membangkitkan seni tari Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi menjadi ekspresi seni, melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar belakang seni dan budaya yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia, misalnya langgam tari Jawa berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pagelaran seni tari kontemporer di Indonesia. Kolaborasi internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.
Tari modern Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia industri hiburan dan pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring nyanyian, pagelaran musik, atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya pengaruh Budaya Pop dari luar negeri, terutama dari Amerika serikat, beberapa tari modern seperti tari jalanan (street dance)juga merebut perhatian kaum muda Indonesia.

Tari Rakyat



Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.
Tari Ronggeng dan tari Jaipongan Suku Sunda adalah contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-Poco dari Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo.

Tarian Keraton


Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya seperti di Jawa juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti bekas Kasultanan Aceh di Sumatera Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatera Selatan lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan warisan budaya Hindu-Buddhanya.

Tari bercorak Islam




Sebagai agama yang datang kemudian, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.
Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari Zapin Melayu dan Tari Saman Aceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.

Tari bercorak Hindu-Buddha




 




Lakshamana, rama, dan Shinta dalam sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa.
Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti Ramayana, Mahabaratha dan juga Panji menjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan, Yogyakarta; sementara sendratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang Orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap Mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma dan Wishnu Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu Dharma Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan penghormatan kepada tamu seperti Tari  Pendet, Tari Topeng juga sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis Tari Topeng yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.




Batman Begins - Diagonal Resize 2
Widget Animasi